Era
globalisasi sekarang ini tidak hanya mencakup wilayah ekonomi, sosial, dan
poltik saja tapi juga sudah mewabah ke dunia sepak bola. Sebagai olahraga semua
golongan pemersatu bangsa tentu hal ini menjadi incaran para saudagar kaya
untuk berinvestasi di ranah sepakbola. Kebanyakan mereka berasal dari timur
tengah, eropa timur, dan amerika. Salah
satunya dialami Chelsea yang diambil alih miliyuner rusia roman abrahamovic
pada tahun 2003 (kalau saya tidak salah). Dialah orang pertama yang menginvasi
dunia sepakbola dengan kekuatan uangnya yang mungkin tidak berseri, ketika club
lain di inggris seperti Liverpool, Manchester united, arsenal membangun timnya
dengan memanfaatkan akademi yang dimiliki atau hanya membeli pemain muda
potensial, namun hal ini berbanding terbalik dengan Chelsea.
Club asal London
timur itu membangun clubnya dengan cara instan yang menggunakan kekuatan uang
pribadi taipan rusia tersebut, sampai sekarang pun hampir tidak ada pemain
Chelsea yang berasal dari akademi clubnya fans dan para pemain Chelsea setiap
tahunnya selalu dimanjakan oleh kedermawanan sang roman yang selalu membuang
uangnya untuk membeli pemain kualitas dunia dengan harga dan gaji mingguan yang
selangit, kalau selama ini kita mengenal istilah “ada uang ada barang” maka
mari kita perkenalkan istilah baru untuk para fans Chelsea yaitu “ada uang ada
fans”. Istilah baru ini tidak berlebihan jika kita berpatokan pada sejarah.
Coba kita lihat chelsea di tahun 2003 kebelakang saya jamin kita tidak akan
pernah bertemu dengan orang yang bangga mengakui kalau dia adalah fans chelsea
begitu pula sebaliknya, fans chelsea sekarang pun tidak ada yang tau
pemain-pemain chelsea pada era 2003 kebelakang, saya jamin. Kalau pun kita
tanya siapa legenda chelsea maka fans nya pun hanya tahu tiga nama saja yaitu
john terry, frank lampard, dan drogba.
Mereka mungkin tidak tahu kalau sebelum
pemain-pemain yang mereka sebut legend diatas chelsea juga mempunyai pemain
hebat lainnya atau mereka tahu tapi mereka belum sadar kalau ada club inggris
yang bernama chelsea. Kalau pada era 70 sampai 90an Liverpool mempunyai pemain
bintang semisal Kevin keegan, Kenny dalglish, ian rush, sampai robby fowler, MU mempunyai
bobby Charlton, George best, sampai eric cantona dan arsenal memiliki ian
wright, tony adam, sampai the not flying Dutchman dennis berkhamp lalu chelsea
punya siapa?saya ragu fans chelsea bisa menjawab pertanyaan sederhana itu,
bahkan saya ragu kalau fans chelsea sudah mengenal sepakbola pada era 2000an
awal. Jika kita merupakan pecandu film-film bertema sejarah sepakbola bisa
dipastikan kita tidak akan menemukan club yang namanya chelsea fc, bukan karena
club ini belum berdiri tapi lebih dikarenakan club ini memang tidak punya
sejarah yang bisa diingat apalagi dibanggakan, bahkan mereka kalah mentereng
dibandingkan dengan Nottingham forest dan leeds united yang sekarang kita sudah
tidak tahu lagi di divisi berapa kedua club ini bermain.
Tanpa
disadari oleh fansnya sendiri sejatinya chelsea sudah berdiri sejak 1905 tapi
bagi saya dan mungkin beberapa orang chelsea baru berdiri pada 2003 (bisa jadi
fans chelsea pun mengamini “kenyataan” ini). Kejayaan uang chelsea memang
terbukti ampuh untuk mendapatkan trofi dan fans tentunya, bisa dianalogikan
fans chelsea yang bertebaran dimana-dimana sekarang ini bagaikan cewek matre
yang hanya mau menjalani hubungan dengan laki-laki yang berduit dan disaat sang
lelaki tidak mempunyai duit maka si cewek pun langsung meninggalkan sang lelaki
atau hanya sekedar marah selama 7 hari 7 malam. Sama halnya dengan fans chelsea
yang semangat mendukung clubnya ketika unggul dan terdiam bisu ketika clubnya
tertinggal atau bagaimana semangatnya fans chelsea ketika clubnya membeli
Fernando torres dari Liverpool dengan nilai 50 juta poundsterling kemudian
langsung menghinanya seketika karena tidak mampu memberi kontribusi besar
seperti apa yang dilakukan selama dia di Liverpool.
Kebutaan
akut fans chelsea (di Indonesia) akan makna sepak bola terlihat gamblang ketika club mereka melakukan
tour pra musim pada 2013 lalu, chelsea yang dilatih jose mourinho yang juga
mantan pelatih inter Milan disambut meriah tidak hanya oleh fans chelsea saja
tapi juga fans inter Milan yang juga sangat mencintai special one dengan
menciptakan banner bertuliskan bahasa italia (iya italia bukan inggris) GRAZIE MOU yang berarti “terima kasih
mou”. Disinilah terlihat jelas bagaimana primitifnya pengetahuan fans chelsea
akan dunia sepak bola dan maknanya, mereka megklaim kalau GRAZIE (bahasa italia) adalah CRAZY
(bahasa inggris, padahal jelas beda G dan C ) dan seketika fans chelsea di
Indonesia berbondong-bondong mencekam fans inter Milan dengan memamerkan
spanduk yang lebih kurang bertuliskan “fans inter goblok gak tau terima kasih”
(padahal mereka yang goblok). Tidak hanya kita penikmat sepakbola yang risih
dengan kelakuan fans chelsea tapi pelatih yang mereka banggakan pun ikut
mengkritik fans chelsea, dalam beberapa kesempatan mourinho mengeluh dengan
keadaan fans chelsea yang memenuhi stadion Stamford bridge tapi seperti berada
di stadion yang kosong karena terlalu kakunya fans chelsea dalam mendukung club
kesayangannya tersebut. Jauh sebelum mourinho berkelakar seperti itu pelatih
chelsea sebelumnya Rafael benitez dengan gamblang menegaskan bahwa fans chelsea
hanyalah fans plastic.
![]() |
komentar Rafa Benitez yang memancing amarah fans Chelsea |
Ini
tentu merujuk pada setiap pertandingan kandang chelsea fans mereka selalu
mengibarkan bendera-bendera kecil yang terbuat dari plastic dan apakah kalian
semua tahu apa yang terjadi setelah pertandingan usai? Bendera plastic itu pun
dibuang ketempat sampah oleh mereka. Menarik bukan!!!
![]() |
petugas kebersihan terlihat sedang membuang bendera plastik Chelsea |
Seiring
berjalannya waktu chelsea pun berbenah untuk menghidupkan atmosfer stadion
dengan membuat banner bendera club yang lumayan besar dan berkibar dibeberapa
sudut stadion tapi bukan fans chelsea namanya kalau tidak punya ke”unik”an,
pada umumnya di belahan dunia manapun bahkan termasuk Indonesia yang
mengibarkan banner raksasa club adalah fans itu sendiri tapi hal itu tidak
terjadi dengan chelsea, kalian jangan kaget kalau saya bilang yang mengibarkan
bendera raksasa itu adalah staff chelsea, iya staff bukan fans. Jadi cukup
beralasan saya fikir kalau Rafael benitez menjuluki fans chelsea sebagai
plastic fans.
![]() |
bukan fans yang mengibarkan bendera Chelsea tapi Staff club mereka (aneh memang) |
Mari kita lupakan sejenak tentang prilaku fans
chelsea di London sana dan tidak ada salahnya kita menelisik lebih dalam dengan
fans chelsea yang ada di Indonesia, mungkin fans yang memiliki tingkat
sensitifitas yang tinggi di Indonesia adalah fans chelsea. Kenapa saya berani
bilang demikian? Pada umumnya fans-fans yang mengidolai club-club seperti
Barcelona, real Madrid, Manchester united, juventus, ac Milan memang sangat
sensitive bila club idolanya di bully di media sosial tapi itu hanya masing-masing
pribadi saja berbeda dengan fans chelsea yang bukan hanya personal tetapi juga
fanbase mereka di media sosial pun ikut kepanasan.
Masih teringat dalam fikiran
saya ketika chelsea menerapkan formasi terbaiknya yaitu formasi “parkir bis”
dan mendapat ledekan dari official akun twitter yang notabene adalah sponsor
BPL dan seketika fans chelsea murka dan gilanya bukan fans mengatasnamakan
individu melainkan kelompok fanbase mereka yang kepanasan sampai mengeluarkan
kata-kata “goblok” ke akun sponsor resmi BPL tersebut. Tidak sampai disitu saja
ketika chelsea sukses meraih gelar capital one cup beberapa minggu yang lalu
kelompok fanbase chelsea lagi-lagi dibuat kepanasan oleh komentar mantan
pelatih timnas Indonesia dalam sebuah acara di tv swasta dan langsung menyerang
mantan pelatih timnas yang kini sudah menjadi komentator sepakbola di media
sosial dan dengan santainya sang komentator merespon komen-komen yang bernada
panas itu. Kalau yang berkomentar seperti itu kita secara pribadi mungkin itu
biasa saja tapi kalau yang berkomentar panas dan menghina itu berasal dari
fanbase atau bahkan official fans club tentu itu tidak pantas bahkan terkesan
miskin ilmu akan dunia sepak bola.
Saya
sendiri mempunyai pengalaman pribadi ketika ikut nonton bareng pertandingan
Liverpool vs chelsea di daerah ampera, ketika fans Liverpool dengan suara
lantang yang berasal dari mulut sendiri mengumandangkan chants-chants
kebanggaan club fans chelsea pun tidak mau kalah mereka juga mengumandangkan
chants clubnya tapi bukan dengan mulut yang kosong melainkan dengan pengeras
suara atau biasa kita sebut toak, saya tidak tahu apakah mereka nge-chants atau
mau berorasi menuntut harga BBM turun. Seakan tidak mau kalah dengan fansnya
pihak club pun baru-baru ini melakukan hal yang menurut saya tidak pantas
dilakukan. Ketika banyak pihak mengecam aksi pemain chelsea yang mengintimidasi
wasit dalam laga liga champions sehingga membuat zlatan ibrahimovic mendapatkan
kartu merah, pihak club melalui akun official resmi club memposting gambar
tandingan yang ditujukan untuk membalas pernyataan Jamie carragher dan grame
shouness yang pada gambar tersebut terlihat carragher dan shouness sedang
mengelilingi wasit ketika masih aktif menjadi pemain.
![]() |
tak mau kalah dengan fansnya, pihak club pun melakukan ini (suatu yang tak pantas) |
Tentu
ini menjadi hal yang memalukan yang dilakukan official club dan saya pribadi
yang sudah menikmati sepakbola sejak tahun 2001 (sebelum chelsea berdiri) belum
pernah melihat fenomena ini sebelumnya. Bagaimana bisa club yang sudah besar
seperti chelsea tapi masih bersikap seperti club barbar.
Terakhir,
pesan saya untuk fans chelsea belajar lah mencintai club kalian tanpa memandang
menang atau kalah, pemain mahal atau murah. Kalau tidak bisa jangan malu untuk
belajar dengan fans Liverpool yang sudah kering prestasi tapi tetap memberikan
100% untuk mendukung clubnya disaat menang atau kalah. Berubahlah demi kebaikan
kalian sendiri jangan menjadi rent boy selamanya. #WeAreRivalNotEnemy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar